Dugaan Kriminalisasi, Penyidik Polres Tangerang Kota Dipropamkan ke PMJ

FERRY EDYANTO
Rabu, 24 Januari 2024 - 08:43 WIB
Dugaan Kriminalisasi, Penyidik Polres Tangerang Kota Dipropamkan ke PMJ
Tim kuasa hukum, istri (busana kuning) dan kedua anak Hengki Susanto. Foto: (Ferry Edyanto/Meganews.id).
 
 
MEGANEWS.ID - Sejumlah penyidik di Polres Metro Tangerang Kota dilaporkan ke Bidang Propam (Bidpropam) Polda Metro Jaya atas dugaan kriminalisasi terhadap Hendra (65) dan Hengki Susanto (59), warga Penjaringan, Jakarta Utara.
 
Hendra dan Hengki adalah kakak beradik, pemilik lahan garapan timbul di Desa Kohod, Kec. Pakuhaji, Kab. Tangerang, Banten. Hendra dan Hengki ditetapkan tersangka atas laporan Arsin bin Asip dengan tuduhan pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KHUP. 
 
Kasus ini menjadi kontroversial lantaran Arsin bin Asip yang merupakan pelapor dalam perkara ini sekaligus pihak yang mengeluarkan dokumen hak atas garapan tanah timbul nomor: 593/104/DS-KHD/XI/2021 tertanggal 21 November 2021 kepada Hendra dan Hengki. Arsin bin Asip adalah Kepala Desa Kohod.
 
"Perkara ini agak aneh dan janggal, makanya kita akan segera bersurat dan meminta perlindungan kepada Bapak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo," tegas kuasa hukum tersangka, Hasan Basri bersama Agustian Effendi dan Komarudin dari kantor pengacara Aloy G Samosir & Associates, kepada awak media, Rabu (24/1/2024).
 
Penetapan tersangka Hendra dan Hengki ditandatangani oleh Kompol Rio Mikael Tobing selaku Kasat Reskrim, adapun penyidiknya AKP Gusti Arsadi, Ipda Hadi Sussilo dan Bripka Irfan Kurniawan. Kedua tersangka ditahan terhitung sejak 19 Desember 2023. 
 
Hasan Basri melihat sejumlah kejanggalan dalam kasus ini. Pasalnya, Hendra dan Hengki mendapatkan garapannya secara legal (sah) dan tidak melanggar hukum, dari overalih penggarap asli. "Perolehan tanah garapan itu dilakukan sejak 20 tahun silam suluas 533 ha dan sudah 4 kali peralihan kepala desa, semua baik-baik saja dan tidak ada masalah," terang Hasan Basri.
 
Menurutnya, masalah mulai muncul setelah Kades Arsin bin Asip menyatakan surat yang sudah disahkan dan ditandatanganinya, dinyatakan secara sepihak olehnya "palsu" dalam laporannya di Polres Metro Tangerang Kota.
 
"Dia yang membuat, kok malah dia yang menyatakan itu palsu. Ini sama seperti menampar air memuncrat wajah," ucap Hasan.
 
Karena itu, Hasan Basri mempertayakan alasan hukum yang menjerat kliennya. Dia menuding penetapan Hendra dan Hengki salah alamat dan salah prosedur. Apalagi keduanya telah ditetapkan jadi tersangka dan ditahan. "Unsur pidananya apa?"ujarnya setengah bertanha
 
Dia menyebutkan, seseorang ditetapkan jadi tersangka harus ada unsur pidananya (delik hukum). "Apalagi tuduhannya Pasal 263 KUHP, harus dijelaskan apa yang dipalsukan," jelasnya.
 
"Dengan begitu seharusnya yang dijadikan pelaku tindak pidananya adalah Arsin bin Asip," tegasnya.
 
Dalam pasal 263 KUHP diuraikan:
(1). Barang siapa yang membuat Surat Palsu atau yang memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu Hak, Keterikatan atau pembebasan hutang atau yang diperentukan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain untuk memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak palsu diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karna pemalsuan surat dengan Pidana paling lama 6 Tahun. 
 
(2). Diancam dengan Pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau dipalsukan seolah-olah sejati jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.
 
Dalam proses pemeriksaan, kata Hasan, Hendra dan Hengki oleh penyidik diminta untuk menyerahkan surat-surat garap tanahnya. "Karena mereka tidak merasa melakukan perbuatan pemalsuan itu, maka permintaan penyidik ditolak," jelas Hasan.
 
Permintaan penyidik ditolak karena keduanya merasa suratnya bukanlah palsu sebagaimana yang dituduhkan. "Namun penyidik bersikeras untuk menyita yang mengakibatkan Hengky dan Hendra ditahan hingga saat ini," Hasan Basri menjelaskan.
 
Dia menyebut penyidik Polresta Tangerang Kota bertindak gegabah. Alasannya tuduhan Pasal 263 KUHP yang disangkakan tidak memenuhi unsur atau (delik) karena tidak ada Surat Pembanding yang menjadi rujukan untuk menyatakan surat yang dimaksud dalam perkara ini adalah palsu. 
 
Dalam laporan itu juga disebutkan tidak adanya pihak yang dirugikan atau yang jadi korban baik sebagai pemilik yang dipalsukan suratnya. "Dan tidak adanya kerugian yang nyata dari si Pelapor," tegas Hasan.
 
Karena itu Hasan menyatakan tuduhan pelapor Pasal 263 KUHP sama sekali tidak terpenuhi. Seharusnya tidak ada tindakan pidana kepada kedua tersangka "Ini jelas rekayasa untuk kepentingan pihak tertentu. Mohon kiranya Bapak Kapolri dan Kabid Propam Polda Metro Jaya untuk mengusut kasus ini seadil-adilnya," pungkas Hasan.